Senin, 16 September 2013

Apa yang terbayang di benak kita ketika berbicara mengenai Kepribadian Muslim? Mungkin ada yang menjawab; Kepribadian muslim itu tercermin pada orang yang rajin menjalankan Islam dari aspek ritual seperti shalat. Ada yang mengatakan kepribadian muslim itu terlihat dari sikap dermawan dan suka menolong orang lain atau aspek sosial. Mungkin ada yang berpendapat kepribadian muslim itu terlihat dari penampilan seseorang yang kalem dan baik hati. Jawaban di atas hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
  1. Salimul ‘Aqidah / ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat) Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
  1. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar) Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
  1. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh) Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
  1. Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas) Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
  1. Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
    Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
  1. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
    Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
  1. Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu) Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
  1. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
    Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
  1. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
    Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
  1. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
    Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu A’lam


Rasulullah
Siapa tidak mendamba pasangan setia dan selalu mesra? Siapa pula tidak jengah hidup dengan pasangan yang durhaka lagi gampang marah? Faktanya, menjadi pasangan setia dan mesra sungguh tidak mudah.

Alangkah baik kita menjadikan rumah tangga Rasulullah sebagai teladan utama. Inilah potret rumah tangga yang diliput berkah dan bertabur cinta. Panutan umat sejagat ini adalah sosok suami yang pandai mengistimewakan istri.

Beliau biasa memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang kemerah-merahan pipinya. Kadang juga Aisy, yang dalam budaya Arab, pemenggalan huruf terakhir dari nama itu menunjukan panggilan manja sebagai tanda sayang. Tidak ada wanita yang tidak tersanjung dipanggil demikian oleh suaminya.

Di tengah kesibukan mengurus umat, Rasulullah juga mampu menjaga keintiman bersama istri. Perhatikan penuturan Aisyah berikut. “Aku pernah mandi janabat bersama Rasulullah dengan satu tempat air. Tangan kami bergantian mengambil air.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah juga pernah minum di gelas yang digunakan Aisyah. Beliau pernah makan daging yang sudah digigit Aisyah (HR Muslim).

Kemesraan bahkan tetap dilakukan Rasulullah ketika istri sedang dalam keadaan haid. Simak penuturan Ummu Salamah. “Ketika aku rebahan bersama Rasulullah di lantai, tiba-tiba aku haid. Aku keluar mengambil pakaian haidku. Beliau bertanya, ‘Mengapa kamu, apakah kamu haid?’ Aku menjawab, ‘Ya’. Beliau lalu memanggilku, dan aku tidur bersama beliau di lantai yang rendah.”

Rasulullah memang begitu memuliakan istri. Boleh jadi sebagian suami lebih nyaman keluar rumah bersama rekan, meninggalkan istri di rumah. Perhatikan sikap Rasulullah, sebagaimana kesaksian Aisyah. “Ketika hendak melakukan sebuah perjalanan, Nabi biasa membuat undian di antara para istri beliau. Siapa yang namanya keluar undian, dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Demikian pula ketika beliau menyaksikan hiburan. Aisyah berkisah, “Pada suatu hari, orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi sendiri yang berkata padaku, apakah aku ingin melihatnya. Aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakang beliau. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata, ‘Teruskan permainan kalian, Wahai Bani Arfidah (julukan orang Habasyah)!’ Hingga ketika aku merasa bosan, beliau bertanya, ‘Apakah kamu sudah puas?’Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliau lalu berkata, ‘Kalau begitu, pergilah!’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah sosok suami sejati. Kendati demikian, sebagai manusia normal, tentu saja rumah tangga Rasulullah tidak bebas dari konflik. Perselisihan dalam rumah tangga adalah bumbu cinta. Namun, ketika berselisih, Rasulullah tidak pernah melibatkan emosi. Ketika sedang marah kepada Aisyah, beliau berkata, “Tutuplah matamu!” Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Nabi berkata, “Mendekatlah!” Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu.”

Tidak pernah ada kalimat kasar dan menyakitkan dalam rumah tangga Rasulullah. Bahkan, beliau biasa memijit hidung Aisyah jika dia marah, sambil berkata, “Wahai Aisyah, bacalah do’a, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan’.” (HR Ibnu Sunni).

Semua kita pasti berharap memiliki rumah tangga yang sakinah dan penuh berkah. Rasulullah telah mengajarkan suami bagaimana memuliakan istri. Seperti sabda beliau, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Husnaini
Penulis Buku “Menemukan Bahagia”. Email: hus_surya06@yahoo.co.id

Selasa, 10 September 2013

APAKAH anak dalam kandungan benar-benar dapat belajar atau mempelajari kata-kata yang diucapkan oleh sang pendidik atau orang tuanya? Seperti yang dikatakan oleh F. Rene Van de Carr, M.D. Jawabannya ?ya?, tetapi tidak dengan cara seperti orang dewasa. Jika ia mempelajari sebuah kata-kata, maka ia dapat mengulanginya, mengenalinya dalam tulisan, memodifikasinya agar ia dapat berbicara dengan baik dan benar, dan menggunakannya dalam kalimat.



Proses pemikiran ini menunjukkan bahwa ia memahami kata-kata tersebut. Lain halnya dengan anak dalam kandungan, cara belajarnya jauh lebih mendasar. Ketika orang tuanya (khususnya sang Ibu) mengajarkan kata-kata kepada bayi dalam kandungannya, ia hanya mendengarkan bunyinya sambil mengalami sensasi tertentu. Misalnya, tatkala si Ibu mengatakan ?tepuk?, anak dalam kandungan mendengar bunyi ?t-e-p-u- dan k?, karena pada saat yang bersamaan si ibu menepuk perutnya. Kombinasi bunyi dan pengalaman ini memberi kesempatan bagi anak dalam kandungan untuk belajar memahami hubungan tentang bunyi dan sensasi pada tingkat pengenalan praverbal. 

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam bidang perkembangan pralahir menunjukan bahwa selama berada dalam rahim, anak dapat belajar, merasa, dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu telah berusia lima bulan?setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses pendidikan dan belajar dapat dimulai atau dilakukan. 

Kemudian, para ilmuwan bidang pendidikan anak dalam kandungan juga telah banyak melakukan riset baru dan riset ulang secara kontinu dengan membuat langkah-langkah dan metode baru mengenai praktek pendidikan pralahir. Mereka telah menemukan banyak hal, mengenai keistimewaan pendidikan pralahir ini, diantaranya adalah: peningkatan kecerdasan otak bayi, keyakinan lestari pada diri anak saat tumbuh dan berkembang dewasa nanti, keseimbangan komunikasi lebih baik antara anak (yang telah mengikuti program pendidikan pralahir) dengan orang tuanya, anggota keluarganya dan atau dengan lingkungannya dibanding dengan teman-temanya yang tidak mengikuti program pendidikan pralahir. 

Berikut ini beberapa laporan yang sangat menggembirakan?bagi dunia pendidikan anak khususnya?dari F. Rene Van de Carr, M.D. dan Marc Lehrer, Ph.D. bahwa The American Association of The Advancement of Science pada tahun 1996 telah merangkum hasil penelitian sejumlah ilmuwan dalam bidang stimulasi pralahir dan bayi, antara lain sebagai berikut.


  1. Dr. Craig dari University of Al-abama menunjukkan bahwa program-program stimulasi dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak yang diteliti dari masa bayi hingga usia 15 tahun. Anak-anak tersebut mencapai kecerdasan 15 hingga 30 persen lebih tinggi.
  2. Dr. Marion Cleves Diamond dari University of California, Berkley, AS melakukan eksperimen bertahun-tahun dan mendapatkan hasil yang sama berulang-ulang bahwa tikus yang diberi stimulasi tidak hanya mengembangkan pencabangan sel otak lebih banyak dan daerah kortikal otak yang tebal, tetapi juga lebih cerdas dan lebih terampil bersosialisasi dengan tikus-tikus lain.


Selain itu, menurut F. Rene Van de Carr, dkk.. bahwa The Prenatal Enrichment Unit di Hua Chiew General Hospital, di Bangkok Thailand, yang dipimpin Dr. C. Panthuraamphorn, telah melakukan penelitian yang sama terhadap bayi pralahir, dan hasilnya disimpulkan bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum secara spontan, mampu menoleh ke arah suara orang tuanya, lebih tanggap terhadap musik, dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat ia dewasa. 

F. Rene Van de Carr, M.D., dkk.. telah lama melakukan penelitian ini, kurang lebih sejak 22 tahun yang lalu. Menurut pandangannya, penelitian tersebut menunjukkan beberapa hal berikut ini pada bayi-bayi yang mendapatkan stimulasi pralahir.


  1. Tampaknya ada suatu masa kritis dalam perkembangan bayi yang dimulai pada sekitar usia lima bulan sebelum dilahirkan dan berlanjut hingga dua tahun ketika stimulasi otak dan latihan-latihan intelektual dapat meningkatkan kemampuan bayi.
  2. Stimulasi pralahir dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar setelah ia dilahirkan.
  3. Bayi-bayi yang mendapatkan stimulasi pralahir dapat lebih mampu mengontrol gerakan-gerakan mereka. Selain itu, mereka juga lebih siap menjelajahi dan mempelajari lingkungan setelah dilahirkan.
  4. Para orang tua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pralahir menggambarkan anak mereka lebih tenang, waspada, dan bahagia.


Sebenarnya, keistimewaan-keistimewaan pendidikan anak dalam kandungan (anak pralahir) merupakan hasil dari sebuah proses yang sistematis dengan merangkaikan langkah, metode dan materi yang dipakai oleh orang tuanya dalam melakukan pendidikan (stimulasi edukatif) dan orientasi serta tujuan ke mana keduanya mengarah dan mendidik.  Bahkan dalam Islam, pendidikan pralahir ini hendaklah dimulai sejak awal pembuahan (proses nuthfah). Artinya, seorang yang menginginkan seorang anak yang pintar, cerdas, terampil dan berkepribadian baik (saleh/salehah), ia harus mempersiapkan perangkat utama dan pendukungnya terlebih dahulu.  

Adapun persiapan yang perlu dilakukan adalah memulai dan melakukan hubungan biologis secara sah dan baik, serta berdoa kepada Allah swt. agar perbuatannya tidak diganggu setan dan sia-sia. Selain itu, menggantungkan permohonan hanya kepada Allah semata agar dikaruniai seorang anak yang shaleh. Kemudian setelah adanya proses nuthfah, atas kehendak Allah proses tersebut berlanjut menjadi mudhghah. Pada fase inilah tampak jelas adanya kehidupan seorang anak dalam rahim. Oleh karena itu, orang tuanya?khususnya sang ibu?harus memperlakukannya dengan baik.  

Perlakuan yang baik itu di antaranya memberikan pelayanan yang tepat terhadap anaknya yang masih dalam kandungan, tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang menimbulkan dampak negatif (baik fisik maupun psikis) terhadap anak dalam kandungan, karena hal tersebut sangat berbahaya, seperti yang diisyaratkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya, 

?Anak yang celaka adalah anak yang telah mendapatkan kesempitan di masa dalam perut ibunya.? (HR Imam Muslim dari Abdullah Ibn Mas?ud) 

Pelayanan yang sangat baik untuk masa anak dalam kandungan adalah memberikan stimulus pendidikan, yang akan bermanfaat tidak saja pada perkembangan fisik, pertumbuhan mental (psikis) tetapi juga meningkatkan kecerdasan otak dan sensitifikasi emosional positif sang anak yang berada di dalam kandungan. 

Praktek memberikan stimulus pendidikan anak dalam kandungan telah dilakukan jauh sebelum teori dan praktek di atas dikembangkan. Konon, Nabi Zakaria telah memberikan stimulasi pendidikan pada anak pralahir yaitu anak yang dikandung oleh istrinya, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur`an al-Karim surah Maryam (19) ayat 10?11. Di dalamnya dijelaskan bahwa pelayanan stimulasi pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Zakaria telah membuahkan hasil yang yang bagus, yakni anak yang memiliki kecerdasan tinggi dalam memahami hukum-hukum Allah. Selain itu digambarkan pula bahwa anak yang dikaruniai itu adalah sosok yang terampil dalam melaksanakan titah Allah, memiliki fisik yang kuat, sekaligus seorang anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya, sebagaimana diisyaratkan pada kelanjutan ayat 12?15 masih dalam surah yang sama. Bahkan, kemudian anak tersebut dipercaya dijadikan pewaris tunggal orang tuanya yakni tugas kenabian. Subhanallah. 

Begitu juga dengan Nabi Adam a.s. tatkala istrinya Hawa, mengandung anak pertamanya dan pada tahapan kandungan yang masih ringan, ia merasa biasa saja berjalan seperti sedia kala, merasa tidak ada beban. Namun, tatkala usia kandungan itu bertambah yang ditandai dengan perut yang terus membesar di situlah ia merasakan kepayahan dan keberatan. Saat itulah, Siti Hawa dengan sedih mengadu kepada suaminya, Nabi Adam a.s. tentang keadaan perutnya yang kian hari kian besar yang membuatnya dari hari ke hari merasa makin payah. Kondisi ini membuat Adam a.s. beserta istrinya bersama-sama memohon kepada Allah dengan sebuah doa yang sangat filosofis yaitu,?... Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.? (al-A?raaf: 189)  

Ini adalah suatu praktek pendidikan anak dalam kandungan yang dilakukan secara bersama antara suami dan istri dengan kesamaan visi dan misi yaitu orientasi pendidikan yang bersumber pada motivasi untuk memurnikan keesaan Allah semata. Sebuah kondisi yang membuahkan keridhaan Allah sehingga dengan curahan rahmat-Nya keberkahan pun mengalir mengiringi laju bahtera rumah tangga tersebut.  

?Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka, setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata, ?Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.?? (al-A?raaf : 189) Sumber: namaislami.com

Lahirnya anak cerdas dan sholeh-sholehah tidak bisa juga ditentukan secara medis maupun kecukupun gizi saja. Keduanya hanyalah faktor pendukung dan yang tak kalah penting adalah dengan disertai pendidikan agama sejak dalam kandungan. Untuk bisa mendapatkan anak yang baik sehat secara fisik dan mental maka dibutuhkan amalan serta metoda pendidikan anak yang tepat saat dalam kandungan maupun setelah melahirkan. Cara yang ditempuh dalam metoda pendidikan ini diantaranya yaitu dengan melakukan banyak berdoa, memperdengarkan ayat suci Al-Qur'an dengan cara memperbanyak membacanya dan juga mengajak dialog janin dalam kandungan serta menjaga perilaku ibu selama mengandung dan kehamilan.


Mendidik anak sejak dini dalam kandungan ini akan bisa menjadi dasar peletakan akan pengetahuan agama yang kita anut dan yakini sampai akhir jaman ini. Sebagai orang tua tentunya kita menginginkan yang terbaik untuk pendidikan anak kita. Tidak ada seorang pun orang tua dalam dunia ini menginginkan anaknya tidak berhasil baik itu dalam kehidupan dunianya terlebih dalam kehidupan akheratnya kelak. 

Pastilah impian orang tua anak-anaknya berhasil dengan baik serta mencapai kesuksesan dalam kehidupan dunia dan juga kehidupan nan kekal di akhirat. Berbagai macam cara tips mendidik anak telah banyak pula diungkap oleh para ahlinya dengan beragam cara agar anak menjadi cerdas dan pandai serta meraih kesuksesan.

Mendidik anak sejak kandungan akan berpengaruh besar terhadap perilaku dan adab serta akhlaqnya di kemudian hari. Seringkali pendidikan agama sering terlupakan padahal pendidikan agama adalah pondasi paling penting dalam mendidik anak secara Islami. Selain dari pendidikan agama contoh serta tauladan yang baik dari orang tua serta lingkungan yang baik adalah hal yang tidak boleh dilupakan untuk bisa mendidik dan mengarahkan anak-anak kita mengenal akan Islam dan segala hal yang berkaitan dengan agama Islam yang kita anut.


Cara mendidik anak dalam kandungan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berikut adalah metoda pendidikan anak semenjak dalam kandungan dan diantaranya yaitu dengan :
  1. Membacakan Doa. Ada berbagai cara metoda doa serta doa-doa agar mendapatkan anak sholeh yang diajarkan oleh Nabi dan juga orang-orang Sholeh dahulu yang bisa kita pelajari dan dipraktekkan. Ada Doa Nabi Zakariya yaitu yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Ali Imran : 38 yang artinya :"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar Doa..(QS. Ali Imran (3);38 ). Kata anak yang baik mengandung makna jadikanlah anak kami yang shaleh, berakhlaq mulia, dan beradab agar sempurna nikmat dunia dan akheratnya. Ada juga doa Nabi Ibrahim yang tercantum dalam Al-Qur'an surat As Shaafaat :100 dan An Nahl : 78.
  2. Membacakan Al-Qur'an. Metoda mendidik anak semenjak dalam kandungan selanjutnya adalah dengan memperdengarkan tilawati Al-Qur'an. Diharapkan dengan anak bayi yang masih dalam kandungan dibiasakan oleh orang tuanya untuk mendengarkan tilawah Qur'an karena banyak manfaat dari mendenagrkan Al-Qur'an ini. Kita ketahui fungsi pertama yang paling banyak digunakan janin dalam kandungan adalah fungsi pendengarannya maka kita optimalkan fungsi pendengaran janin untuk terbiasa mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Selain itu dengan kita membiasakan bayi dalam kandungan memperdengarkan Al-Qur'an maka ketika sang anak memasuki masa kanak-kanak ia akan lebih mudah dalam menghafal al-Qur'an.
  3. Mengajak Berbicara. Indera pendengaran mulai berkembang pada minggu ke 8 dan selesai pembentukan pada minggu ke 24. Indera pendengaran ini juga dibantu oleh air ketuban yang merupakan penghantar suara yang baik. Janin akan mulai mendengar suara aliran darah melalui plasenta, suara denyut jantung dan suara udara dalam usus. Selain itu janin akan bereaksi terhadap suara-suara keras, bahkan bisa membuat janin terkejut melompat. Untuk itu mengajak janin berbicara dengan mengelus-elus peut terutama saat organ pendengaran mulai berfungsi baik. Ketika sang ibu mau berwudhu maka ajaklah pula sang janin berbicara dengan cara "Adik, ibu mau berwudhu karena wudhu adalah satu cara sebelum menjalankan sholat dan sholat adalah kewajiban tiap muslim untuk beribadah kepada Allah, Sang Pencipta Alam Semesta yang menciptakan segala kehidupan dunia ini termasuk ayah ibu dan juga adik" Dan biasanya respon janin dengan tendangan ke arah perut sang ibu.
  4. Menjaga Perilaku. Menjaga perilaku sangat penting dan dibutuhkan ketika masa kehamilan. Karena akhlak orang tua sangat berpengaruh terhadap akhlak anak-anaknya kelak, terutama ibu hamil. Mulai dari sikap, ucapan hingga perilaku. Menghindari hal-hal yang kurang baik tidak hanya ditekankan dalam masa kehamilan saja, namun juga sampai anak dewasa. Sebab orang tua memegang peranan yang penting dalam menanamkan perilaku dan adab serta akhlak yang baik kepada anak-anaknya. Jika orang tua berperilaku baik maka diharapkan sang anak juga meniru serta mencontoh perilaku baik dari orang tuanya.


Agar anak cerdas sejak dalam kandungan
Mencetak anak cerdas yang shaleh dan shalehah memang memerlukan perjuangan dan pengorbanan.  Kecerdasan anak tidak datang begitu saja melainkan ia harus dioptimalkan dengan menggunakan stimulasi dan pola pengasuhan yang baik.  Agar kecerdasan anak bisa optimal maka pemberian pendidikan bisa dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan.

Oleh karena itu peran kedua orang tua dalam memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada bayi yang masih di dalam kandungan mesti diperhatikan dengan baik.  Menciptakan suasana yang kondusif akan membuat sang ibu hamil akan merasa nyaman sehingga tidak akan muncul rasa was-was maupun perasaan tertekan lainnya.  Agar suasana selama masa kehamilan tetap harmonis maka kerja sama yang baik antara pihak suami dan istri mutlak dilakukan.

Banyak hal yang mesti dilakukan agar anak cerdas sejak mulai dalam kandungan. Beberapa point yang mesti diperhatikan adalah nutrisi yang diasup oleh ibu hamil, komunikasi orang tua dengan calon bayi (kasih sayang orang tua) dan rangsangan yang diberikan kepada janin.  Kebutuhan tersebut harus terpenuhi agar bayi yang dikandung bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal.

Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan penting baik itu untuk ibu maupun bayi yang ada dalam kandungan.  Pemenuhan gizi yang cukup akan sangat berperan dalam mengoptimalkan kemampuan janin. Hal yang mesti sangat diperhatikan adalah bagaimana cara mendapatkan makanan tersebut.  Makanan yang diperoleh dari cara yang tidak baik, tidak akan membantu dalam memaksimalkan kecerdasan anak dan keshalehan anak.  Oleh karena itu para ayah dan ibu hendaknya memperhatikan dengan baik sumber dari makanan yang setiap hari dikonsumsi.  Sediakan makanan yang halalan dan thoyyib untuk pemenuhan gizi sang bunda yang sedang hamil.

Selain itu para bunda sebaiknya menghindari makanan yang tidak baik untuk kesehatannya.  Karena para ibu hamil juga harus memperhatikan dengan baik pantangan makanan untuk ibu hamil.  Bagi bunda yang suka jajan di luar perhatikan dengan seksama kualitas makanan dan komposisi makanan.  Perbanyaklah mangkonsumsi makanan yang alami dan terbebas dari bahan kimia.

2. Kasih sayang orang tua

Kasih sayang yang baik harus senantiasa diberikan meskipun anak masih di dalam kandungan.  Untuk para ibu hendaknya menjalani masa kehamilan dengan rasa ikhlas dan bebas dari perasaan tertekan.  Hilangkan perasaan merasa terganggu dengan akan hadirnya sang bayi.  Karena ada beberapa wanita karier yang merasa terbebani dengan kondisi fisik yang sedang hamil.  Seolah-olah kehamilan juga membawa beban dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Hendaknya para bunda senantiasa memantapkan hatinya untuk memilih kehamilan sebagai prioritas utama dan memang sudah menjadi kewajiban para ibu untuk menjaga kehamilan dengan baik.  Bangun mental dan positif dalam berpikir agar bayi yang sedang dikandung juga terpengaruh dengan apa yang bunda lakukan.  Kondisi psikologis yang kurang baik akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan bayi.

3. Rangsangan atau stimulasi untuk janin

Rangsangan bisa diberikan sejak anak masih di dalam kandungan.  Jalin komunikasi yang baik dengan janin yang masih ada di dalam kandungan.  Salah satu bentuk komunikasi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak bayi berbicara ataupun mengelus perut bunda sambil merasakan gerakan si kecil.  Biasanya bayi akan merespon komunikasi yang diberikan ibu.

Selain itu seringlah memperdengarkan alunan ayat suci Alquran ataupun nasyid-nasyid Islami sebagai pengganti media musik sebagai rangsangan.  Kecerdasan anak akan mulai terbangun dengan baik manakala stimulasi dilakukan secara berkesinambungan dan rutin.

Dalam menciptakan dan membangun kecerdasan anak memang butuh waktu dan pengorbanan.  Pola pengasuhan dan pendidikan tidak hanya berhenti disitu saja akan tetapi ia harus diberikan hingga anak dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri.  Ciri orang tua sukses adalah orang tua yang mampu menjadikan anaknya menjadi anak yang cerdas, shaleh dan bermanfaat untuk sesama.  Oleh karena itu dibutuhkan keikhlasan dalam mendidik dan banyak berdoa kepada Allah Ta'ala. 



Selasa, 03 September 2013


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya..” (QS. Al Hijr : 9)

Sudah merupakan janji Allah, bahwa Al Qur'an akan dipelihara Allah, diantaranya, di dada orang-orang muslim. Begitu banyak bukti, begitu banyak kisah tentang para penghafal Al Qur'an dari mulai zaman Rasulullah hingga kini. Dari berbagai macam warna kulit, ras, dan bangsa, semuanya ada yang menjadi penghafal Al Qur'an.

Begitu pun saat ini, di mana menghafal Al Qur'an menjadi trend. Banyak orang mau menghafal Al Qur’an. Banyak pula para orang tua yang berlomba-lomba memasukkan anaknya di sekolah-sekolah penghafal Al Qur'an. Tapi tidak sedikit juga orang yang mengatakan, “Apakah aku bisa menghafal Al Qur'an? Apakah aku bisa membuat anak-anakku menjadi penghafal Al Qur'an?” Kalau semua orang berazzam mau menghafal Al qur'an, pertanyaannya apakah semua orang mau menjalani prosesnya, proses sebagai orang tua bagi anak-anak penghafal Al Qur'an.

“Semua itu ada prosesnya, dan proses bagi orang tua yang anaknya penghafal Al Qur'an itu prosesnya luar biasa. Allah tidak akan memberi pahala yang besar kecuali liku-likunya juga luar biasa”, tutur Dr. Sarmini, pendiri Pesantren Utrujah, dalam sharing bersamanya di TK Islam Terpadu Al'Ibrah (28/3).

Bagaimana liku-likunya orang menjadi syahid tidak serta merta tanpa bantuan Allah pula. Seperti sahabat Khalid bin Walid yang mengharap syahid tapi meninggal di tempat tidur walau insya Allah mendapat pahalanya. Allah sudah menjanjikan 70 syafaat yang diberikan untuk keluarganya bagi mereka yang mati syahid. Sedangkan, bagi mereka yang penghafal Al Qura'an 40 syafaat.

Jika para orang tua memasrahkan begitu saja anak-anak mereka pada sekolah tanpa mendampinginya di rumah dengan menjaga muroja'ah dan mengkondisikan lingkungan anak dengan Al Qur'an serta bagaimana visi misi keluarga tersebut, tentu sangat bertentangan. Apakah mau jika hanya sekolah yang mendapat pahala. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan segala aktivitas dengan Al Qur'an. Sebagai contoh, anak-anak diajak untuk melihat wisudawan-wisudawati yang ada di Gaza agar mereka tahu bahwa yang mereka lakukan juga dilakukan oleh banyak anak di berbagai belahan dunia.

Kita punya tujuan lebih jauh yaitu menjayakan Al Qur'an. Jaya di atas generasi anak-anak kita. Jika generasi kita tidak layak, tidak loyal, maka Allah akan menggantikan dengan umat yang lebih loyal, lebih baik. “Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi. Kita ingin memantaskan di hadapan Allah, ‘Ya Allah, ini anakku siap’. Tentu kita harus memadankan, melayakkan, memantaskan di hadapan Allah”, imbuh beliau. Oleh karena itu, kita harus menyiapkan keluarga-keluarga Qur'ani.

Bagaimana kita membangun kampung kita agar seperti yang ada di Gaza, kampung 0% buta huruf Al Qur'an. Ini harus menjadi agenda utama kita daripada 0% buta huruf bahasa Indonesia. Barangsiapa yang berkonsentrasi dan disibukkan oleh urusan Allah tanpa meminta urusan dunia, Allah akan memberikan urusan dunia itu tanpa diminta. Barangsiapa yang hanya mengurusi dunia, akan disulitkan. Contohnya, sholat Dhuha. Sering kali kita lupa bahwa yang menjadikan lancar bukan shalatnya tetapi Allah. Begitu pula dengan menghafal Al Qur'an, harus jelas kita sampaikan kepada anak-anak, mengapa harus menghafal Al Qur'an agar mereka bangga menghafal Al Qur'an. Kita harus mau membayar harganya. Jika anak berhasil sekian juz apa kita mau mendampinginya di rumah karena menjadi keluarga penghafal Al Qur'an luar biasa tantangannya tapi luar biasa berkahnya, banyak indahnya. Betapa waktu sangat berkah karena tidak sempat melakukan hal yang remeh temeh tidak ada gunanya.

Saat Dr. Sumarni bertanya ke salah seorang anak yang menghafal Al Qur'an apa ada kesulitan memahami pelajaran lain, ternyata tidak. Bahkan justru itu yang membuat anak konsentrasi, stabil, dan beradab. Anak lebih mudah diberi tahu. Dengan menghafal Al Qur'an, luar biasa kestabilan emosi anak. Beberapa anak yang masih terpaksa tidak perlu dipaksa. Biarlah berjalan alami saja karena biasanya jika sudah menambah hafalan, mereka akan merasa cinta dengan sendirinya. Anak dengan mental seperti itu sangat mudah untuk diberi pengertian.

Bukan hanya tentang metode yang menyenangkan yang mana yang kita pilihkaan untuk anak-anak, akan tetapi lebih pada bagaimana menanamkan ke mereka bahwa menghafal Al Qur'an itu yang mereka perlukan dalam hidup mereka. Mengapa hal ini dilakukan, tidak lain agar anak memiliki kemandirian, rasa ingin menghafal dan itu yang harus dicanangkan. Jadi, jika para orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi luar biasa sebagai penghafal Al Qur'an, mereka harus mau menjalani proses yang luar biasa pula. [Gresia Divi]